Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa Bidan Indonesia adalah:
Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
Pemerintah telah bijaksana dalam mengambil keputusan untuk para bidan agar para bidan mampu memenuhi standart kompetensi yang ada dan menjadi bidan professional dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, serta memiliki etika dan etiket yang baik.
Kebijakan kebijakan tersebut juga menjadi pandangan atau tolak ukur untuk para bidan melakukan praktik atau tugasnya di masyarakat.
B. Etika Profesi Bidan
Berbeda dengan profesi tenaga kesehatan lainnya, bidan dapat berdiri sendiri dalam memberikan pertolongan kesehatan kepada masyarakat khususnya pertolongan persalinan normal. Oleh karena itu, bidan mengucapkan janji atau sumpah saat menamatkan diri dari pendidikannya.
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkin sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada persalinan ibu postpartum. Di samping itu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia dapat dibebankan kepada bidan melalui pelayanan keluarga berencana.
Peranan penting bidan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal melalui pendekatan kepada dukun beranak dengan membcrikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis. Kerja sama dengan masyarakat melalui posyandu, bersama Program Kesehatan Keluarga (PKK) penting artinya dalam menapis kehamilan risiko tinggi, sehingga mampu menekan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh tiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah hukum yang mengatur tata nilai di dalam masyarakat, dan kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan yang perlu dihormati pula. Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas.
C. Kewenangan Bidan
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa Bidan Indonesia adalah:
Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-awab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
Pemerintah telah bijaksana dalam mengambil keputusan untuk para bidan agar para bidan mampu memenuhi standart kompetensi yang ada dan menjadi bidan professional dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, serta memiliki etika dan etiket yang baik.
Kebijakan kebijakan tersebut juga menjadi pandangan atau tolak ukur untuk para bidan melakukan praktik atau tugasnya di masyarakat.
B. Etika Profesi Bidan
Berbeda dengan profesi tenaga kesehatan lainnya, bidan dapat berdiri sendiri dalam memberikan pertolongan kesehatan kepada masyarakat khususnya pertolongan persalinan normal. Oleh karena itu, bidan mengucapkan janji atau sumpah saat menamatkan diri dari pendidikannya.
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkin sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus dan pada persalinan ibu postpartum. Di samping itu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia dapat dibebankan kepada bidan melalui pelayanan keluarga berencana.
Peranan penting bidan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal melalui pendekatan kepada dukun beranak dengan membcrikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis. Kerja sama dengan masyarakat melalui posyandu, bersama Program Kesehatan Keluarga (PKK) penting artinya dalam menapis kehamilan risiko tinggi, sehingga mampu menekan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh tiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah hukum yang mengatur tata nilai di dalam masyarakat, dan kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan yang perlu dihormati pula. Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat terbatas.
C. Kewenangan Bidan
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
D. Pelayanan Desa siaga
a) Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan cumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa yang dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b) Si (siap), yaitu pendataan dan mengamati seluruh ibu hamil, siap mendampingi ibu, siap menjadi donor darah, siap memberi bantuan kendaraan untuk rujukan, siap membantu pendanaan, dan bidan wilayah kelurahan selalu siap memberi pelayanan.
c) A (antar), yaitu warga desa, bidan wilayah, dan komponen lainnya dengan cepat dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika memerlukan tindakan gawat-darurat.
d) Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat dan setelah ibu melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.
Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
2. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya).
3. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
Ciri-ciri pokok
a. Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan dasar.
b. Memiliki sistem gawat-darurat berbasis masyarakat.
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri.
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
Sasaran pengembangan desa siaga adalah mempermudah strategi intervensi, sasaran ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1. Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu • melaksanakan hidup sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader, serta petugas kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti kepala desa, camat, pejabat terkait, LSM, swasta, donatur, dan pemilik kepentingan lainnya.
baca juga ; keputusan menkes tentang bidan ptt
terima kasih .. pos ini dipublikasikan oleh @BangRinalPurba
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
D. Pelayanan Desa siaga
a) Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan cumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa yang dimaksud di sini adalah kelurahan atau istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b) Si (siap), yaitu pendataan dan mengamati seluruh ibu hamil, siap mendampingi ibu, siap menjadi donor darah, siap memberi bantuan kendaraan untuk rujukan, siap membantu pendanaan, dan bidan wilayah kelurahan selalu siap memberi pelayanan.
c) A (antar), yaitu warga desa, bidan wilayah, dan komponen lainnya dengan cepat dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika memerlukan tindakan gawat-darurat.
d) Ga (jaga), yaitu menjaga ibu pada saat dan setelah ibu melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru dilahirkan.
Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
2. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya).
3. Peningkatan kesehatan lingkungan di desa. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
Ciri-ciri pokok
a. Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan dasar.
b. Memiliki sistem gawat-darurat berbasis masyarakat.
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri.
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
Sasaran pengembangan desa siaga adalah mempermudah strategi intervensi, sasaran ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1. Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu • melaksanakan hidup sehat, peduli, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader, serta petugas kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti kepala desa, camat, pejabat terkait, LSM, swasta, donatur, dan pemilik kepentingan lainnya.
baca juga ; keputusan menkes tentang bidan ptt
terima kasih .. pos ini dipublikasikan oleh @BangRinalPurba
0 comments:
Post a Comment