Thursday, September 5, 2013

poligami menurut islam

Poligami Orang-orang Saleh
Jika kita menengok sekilas catatan emas sejarah Islam, akan kita dapati bahwa orang-orang yang membuat catatan agung dalam sejarah pada masa Nabi maupun sesudahnya banyak yang melakukan pernikahan poligamis. Mereka adalah orang-orang yang dihormati dan siakui kehalusan akhlaknya serta kebesaran jiwanya. Sahabat dan musuh sama-sama mengakui keagungannya. Dan mereka tidak menjadi buruk dengan pernikahan poligamis yang mereka lakukan.

Dan kadang justru kemuliaannya tampak dari pernikahan poligamisnya. Ini antara lain karena banyak di antara pernikahan poligamis yang dilakukan oleh orang-orang saleh terdahulu jauh dari motifmitif seksual. Pernikahan poligamis antara Umar bin Khaththab dengan Ummi Kultsum putri Sayyidina ‘Ali misalnya, terjadi karena didorong oleh keinginan yang sangat besar untuk mempunyai hubungan pertalian darah dengan Rasulullah. Mengapa demikian? Kelak pada hari kiamat semua pertalian darah akan putus kecuali hubungan pertalian darah dengan Rasulullah. Karena itulah, Umar bin Khaththab berusaha keras agar bisa menikah dengan cucu Rasulullah ini sehingga memiliki pertalian darah dengan Rasulullah Saww.

di akhirat. Wallahu A’lam bishawab. Pernikahan Syaikh Ahmad bin Abu Al-Huwari lain lagi. Suami Rabi’ah Asy-Syamiyyah meninggal dengan mewariskan harta yangs angat besar jumlahnya; cukup melimpah-limpah. Rabi’ah menginginkan agar sepeninggal suaminya, ada yang mampu mentasharufkan (membelanjakan) harta untuk kepentingan agama.

Maka ia mendatangi Syaikh Ahmad dengan maksud menawarkan dirinya sebagai istri. Mendapat penawaran diri dari Rabi’ah, Syaikh Ahmad berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasidalam ibadah.” Rabi’ah berkata, “Syaikh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku dalam beribadah lebih tingi daripada kamu. Aku sendiri sudah memutuskan keinginan untuk tidak menikah. Tetapi, tujuanku menikah kali ini tidak lain supaya dapat mentasharufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudarasaudara yang muslim, dan untuk kepentingan Islam sendiri. Aku pun mengerti bahwa kamu adalah seorang yang saleh. Tetapi, justru dengan begitu aku akan memperoleh ridha Allah Swt.”
Syaikh Ahmad berkata, “Baiklah, aku minta waktu. Aku hendak meminta izin kepada guruku.” Syaikh Ahmad menemui gurunya, Syaikh Sulaiman Ad-Darani. Kepadanya ia menceritakan perihal penawaran diri dari Rabi’ah. Emndengar penjelasan itu, Syaikh Sulaiman Ad-Darani berkata, “Baiklah, kalau begitu nikahilah dia, karena perempuan itu adalah seorang wali.” --- Pembahasan dalam bab ini tentu saja belum cukup. Masih banyak hal yang perlu dicantumkan di sini agar hati kita lebih lapang memahami. Akan tetapi, sebagai pembahasan awal, saya harapkan tulisan singkat ini dapat membuka hati kita tentang satu hal: poligami merupakan bagian dari syari’at Islam, sehingga kita tidak bisa memberikan label pro poligami kepada mereka yang menunjukkan kebaikannya atau kontra poligami kepada mereka yang mengingatkan untuk berhati-hati. Sebagai bagian dari syari’at Islam, maka persoalannya bukanlah dalam hal setuju atau tidak setuju dengan pelaksanaan pernikahan poligamis.

Persoalannya lebih berkait dengan apakah kita punya kesiapan atau tidak, bisa berbuat adil atau tidak, memenuhi persyaratan atau tidak, dan termasuk soal ia tergerak untuk melakukan pernikahan poligamis saat ia dalam keadaan menikah poligamis atau monogamis baginya sama saja. Sebaliknya, tidak setiap pernikahan poligamis yang dilakukan umat Islam dengan sendirinya Islami. Pernikahan poligamis tidak dengan sendirinya sesuai dengan pesan Islam. Justru bertentangan dengan Islam apabila pernikahan poligamis tersebut dilakukan dengan melanggar hak-hak kaum perempuan yang harus dihormati martabatnya, tidak memenuhi persyaratan, dan berbuat aniaya melalui pernikahan poligamisnya itu.

Sama halnya ketika Al-Qur’an banyak berbicara mengenai kaum mustadh’afun (proletar) yang sering berhadapan dengan penindas dari kalangan mustakbirun (penguasa), tidak dengan sendirinya berarti Al Qur’an sangat sejalan dengan Marxisme. Kita tidak bisa berkata demikian. Kesimpulan yang tergesa-gesa dengan menganggap Islam sangat Marxian terjadi karena kurang data. Kita tahu-tahu menyimpulkan demikian. Bahasa mewahnya orang psikologi, kita melakukan jump to the conclusion (lompatan ke kesimpulan). Atau kalau bukan karena lompatan ke kesimpulan, barangkali kita sedang “memasukkan nash ke dalam kerangka pikir tertentu yang terlanjur kita sepakati” (damj annash ithar al-khash). Begitu.

Catatan Kaki: 1. Kita perlu mengingat bahwa hukum nikah atas setiap orang bisa berbedabeda sesuai dengan keadaan orang tersebut. Hukum nikah pada seseorang bisa berubah-ubah tergantung perubahan keadaan orang tersebut. Nikah bisa wajib, bisa sunnah, mubah, dan bisa pula makruh, atau bahkan haram. 2. jamilah Jones dan Abu Aminah Bilal Philips, Monogami dan Poligini dalam Islam, Srigunting, Jakarta, 1996. 3. Moise Tshombe pernah menjabat sebagai Presiden Republik Katanaga dan pernah menduduki jabatan Perdana Menteri Kongo dalam waktu singkat.

video terkait :
+Rinal Purba 
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : poligami menurut islam

  • hukum poligami dalam agama islamPoligamijinkanlah saya untuk mengetengahkan masalah ini ke hadapan Anda. Saya berharap bisa menyampaikan salah satu pesan Islam ini kepada Anda dengan jernih dan adil. S ...
  • kas dalam perspektif islamkas di dalam sehari hari kita atau juga dalam islam bisa di dalam bentuk uang tunai :UANG DAN TRANSAKSI-TRANSAKSI KEUANGAN DALAM TINJAUAN ISLAM Akhmad Akbar Susamto Peng ...
  • Kumpulan contoh judul skripsi ekonomi islam terbarujudul skripsi ekonomi islam terbaru :-Analisis Pengaruh Arus Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Negara- Negara Islam Hidayat, Paidi --Cerai Thalak Di Bawah Tnga ...

0 comments:

Post a Comment